Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Menakar Arah Gerakan Pemuda Jelang Musda KNPI Halmahera Barat

Redaksi
14 November 2025
Last Updated 2025-11-13T17:53:01Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


Oleh: Gusti Ramli (Ketua Umum Semahabar Kota Ternate).


FN– Di meja kopi Kiram Caffe, setiap tegukan seakan menyimpan percakapan tentang arah perubahan. Disanalah, diantara aroma robusta dan tawa yang kadang getir, para pemuda Halmahera Barat menumpahkan keresahan tentang masa depan daerahnya. Malam itu, agenda dialog publik dalam rangka mereferensikan Hari Sumpah Pemuda terlaksana. 


Dalam suasana itu, gagasan tentang Musyawarah Daerah (Musda) dan masa depan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) diracik, diuji, dan diseduh bersama kesadaran akan pentingnya kepemimpinan yang visioner. 


Dalam dinamika sosial-politik lokal, Musda KNPI Halmahera Barat kembali menjadi ruang yang menarik untuk diamati. Munculnya berbagai flayer, pamflet, dan baliho para bakal calon ketua menggambarkan antusiasme pemuda terhadap regenerasi organisasi. 


Namun, dibalik semangat demokrasi tersebut, terselip persoalan serius: KNPI kerap dijadikan ruang politisasi dan alat legitimasi kekuasaan oleh individu atau kelompok tertentu. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar—apakah KNPI masih menjadi wadah pembinaan kepemimpinan pemuda, atau telah bergeser menjadi panggung kontestasi kepentingan?


KNPI dan Semangat Awal Kepemudaan


KNPI lahir sebagai wadah koordinatif yang menghimpun organisasi kepemudaan dengan satu tujuan: memperkuat solidaritas dan memperjuangkan aspirasi generasi muda demi pembangunan bangsa. Dalam konteks teori kepemudaan, Karl Mannheim (1952) menyebut pemuda sebagai fresh contact—yakni kelompok sosial yang memiliki kemampuan untuk memperbarui struktur nilai dan sistem sosial yang stagnan.


Pemuda dengan energi moral dan intelektualnya, diharapkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change) dan penjaga idealisme bangsa.


Namun dalam kenyataannya, idealisme itu sering kali 'tumpul' ketika berhadapan dengan realitas politik praktis. Ketika posisi strategis dalam organisasi seperti KNPI dijadikan batu loncatan menuju jabatan politik, maka orientasi gerakan bergeser dari collective action menjadi personal ambition.


Musda dan Bayang-bayang Politisasi


Fenomena menjamurnya figur calon ketua dalam Musda KNPI Halmahera Barat dapat dibaca dari dua sisi. Disatu sisi, ini menandakan tumbuhnya minat dan partisipasi pemuda terhadap organisasi. Namun di sisi lain, hal ini juga mencerminkan adanya tarikan kepentingan dari luar yang menjadikan KNPI sebagai instrumen politik. Dalam situasi demikian, idealisme pemuda sering kali terkalahkan oleh pragmatisme politik.


Antonio Gramsci (1971) dalam Prison Notebooks yang menjelaskan konsep hegemoni, dimana kelas penguasa mempertahankan dominasinya melalui pembentukan kesadaran palsu di kalangan masyarakat. Dalam konteks KNPI, hegemonisasi ini terjadi ketika elite politik memanfaatkan jaringan pemuda untuk memperkuat pengaruh dan legitimasi sosialnya. Akibatnya, organisasi kepemudaan kehilangan fungsi kritisnya dan berubah menjadi perpanjangan tangan kekuasaan.


Padahal, Musda seharusnya menjadi ruang dialektika ide dan refleksi nilai, bukan sekadar ajang perebutan kursi kepemimpinan. Seperti yang diingatkan oleh Soekarno (1933), “Pemuda harus menjadi pelopor yang berpikir tentang nasib bangsanya, bukan pelengkap penderita politik kekuasaan.” Pernyataan ini menjadi relevan ketika melihat bagaimana sebagian pemuda kini lebih sibuk membangun citra ketimbang membangun gagasan.


Realitas Sosial Halmahera Barat dan Tantangan di Tengah Ketimpangan


Pada sektor pendidikan misalnya, masih banyak desa yang menghadapi keterbatasan sarana dan tenaga pengajar. Hal ini sesuai dengan temuan-temuan sosial bahwa, kualitas sumber daya manusia di daerah tertinggal sangat dipengaruhi oleh ketimpangan akses pendidikan. Ketika pendidikan terbatas, maka kapasitas kritis pemuda juga menurun, Freire mengingatkan bahwa pendidikan dan organisasi kepemudaan harus membebaskan manusia dari belenggu ketidaksadaran struktural—bukan memperpanjang mata rantai dominasi


Dari sisi kesehatan, banyak masyarakat di wilayah pesisir dan pegunungan yang masih bergantung pada fasilitas kesehatan dasar yang minim. Pemuda seharusnya hadir sebagai penggerak advokasi kesehatan publik, bukan sekadar penonton kebijakan. 


Menurut teori social capital Robert Putnam (1993), kekuatan komunitas justru lahir dari jaringan sosial yang aktif dan kolaboratif. Dan di sini, KNPI memiliki posisi strategis untuk membangun kemitraan dengan pemerintah daerah dalam mendorong pelayanan publik yang lebih inklusif.


Sementara, pada aspek infrastruktur di Halmahera Barat meski menunjukkan kemajuan, namun masih belum merata. Akses jalan antar desa dan fasilitas publik yang belum sepenuhnya memadai menghambat pergerakan ekonomi masyarakat.


Dalam konteks ini, KNPI tidak boleh hanya menjadi penonton kebijakan pembangunan, tetapi harus menjadi mitra kritis yang mengawal pemerataan pembangunan secara berkeadilan. Inilah yang disebut David Easton (1965) sebagai fungsi politik partisipatif, di mana organisasi pemuda menjadi saluran umpan balik (feedback channel) antara masyarakat dan pemerintah.


Menimbang Arah Baru KNPI Halmahera Barat


Dalam konteks lokal Halmahera Barat, tantangan pemuda jauh lebih kompleks daripada sekadar urusan kursi ketua. Mereka berhadapan dengan persoalan pengangguran, keterbatasan akses pendidikan, krisis lingkungan, hingga lemahnya partisipasi politik substantif.


Oleh karena itu, Musda KNPI seharusnya tidak hanya berfokus pada pemilihan figur, tetapi lebih kepada merumuskan agenda strategis gerakan pemuda: memperkuat kapasitas literasi, ekonomi kreatif, kepemimpinan sosial, dan kemandirian komunitas.


Pemuda yang matang secara ideologis tidak akan menjadikan KNPI sebagai batu loncatan politik, melainkan sebagai wadah pengabdian sosial. Dalam konteks ini, gagasan Habermas (1984) tentang ruang publik deliberatif relevan untuk dihidupkan kembali. 


Maka, tantangan terbesar KNPI Halmahera Barat hari ini adalah membangun kembali budaya reflektif dan ideologis dalam tubuh organisasi. Kepemimpinan pemuda harus berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial, bukan sekadar pada ambisi elektoral. Seorang pemimpin pemuda yang sejati tidak diukur dari seberapa banyak baliho yang ia pasang, tetapi dari seberapa besar dampak sosial yang ia hasilkan.


Dan mungkin, setelah semua debat Musda usai dan kursi kepemimpinan terisi, para pemuda akan kembali ke meja kopi—tempat di mana segalanya bermula.

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl