![]() |
Sahrir Jamsin, Ketua Umum SEMAINDO Halmahera Barat DKI Jakarta. (Istimewa) |
Oleh : Sahrir Jamsin, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Trilogi
Falanusantara.id– Pengelolaan pendapatan dan pengeluaran daerah seharusnya berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kapasitas ekonomi lokal. Namun, realitas di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara menunjukkan ketimpangan yang memprihatinkan.
Berdasarkan data terbaru Badan pusat Statistik Kabupaten (BPS) Halmahera Barat dalam angka 2025, bahwa tingkat kemiskinan di Halmahera Barat mencapai 17,3% dari total populasi. Angka ini menunjukan bahwa hampir satu dari lima warga masih hidup dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Rendahnya akses terhadap sumber daya dan ketidakseimbangan kebijakan publik menjadi faktor utama yang memperparah keadaan.
Sementara itu, tingkat partisipasi pendidikan hanya mencapai 68,5%. Ini menunjukkan bahwa hampir sepertiga anak usia sekolah tidak mendapatkan akses pendidikan optimal. Minimnya investasi dalam sektor pendidikan memperbesar risiko rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Di sisi lain, pendapatan daerah Halmahera Barat pada tahun 2025 tercatat sebesar Rp1,09 triliun, dengan belanja daerah mencapai Rp1,15 triliun, sehingga terjadi defisit anggaran sebesar Rp63,63 miliar.
Ironisnya, sebagian besar anggaran justru dialokasikan untuk kegiatan seremonial seperti Festival Teluk Jailolo, yang tidak memberikan dampak nyata bagi ekonomi masyarakat akar rumput.
Idealnya, pengeluaran daerah digunakan untuk sektor produktif yang berdampak langsung pada ekonomi masyarakat, seperti pengembangan usaha mikro, perbaikan infrastruktur, serta peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan. Namun, belanja pemerintah daerah lebih condong pada acara seremonial tanpa kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
Festival semacam ini tidak menghasilkan pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir, nelayan, dan petani yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Dengan minimnya multiplier effect, pertumbuhan ekonomi Halmahera Barat tetap stagnan, sementara kas daerah terus mengalami defisit akibat pengeluaran yang tidak terkendali.
Saatnya Halmahera Barat bergerak menuju kebijakan fiskal yang lebih bijaksana bukan sekadar perayaan tanpa manfaat nyata, tetapi investasi yang membangun fondasi ekonomi masyarakat. Jika pemerintah daerah terus mengabaikan urgensi kesejahteraan rakyat, maka ketimpangan akan semakin dalam dan defisit akan menjadi warisan yang tak kunjung usai.
Harapan dan masa depan daerah ini tidak bisa hanya bertumpu pada acara seremonial, yang dibutuhkan adalah strategi nyata, keberpihakan pada sektor produktif, dan komitmen untuk memperbaiki ekonomi lokal. Kini, pilihan ada di tangan pemimpin : tetap terjebak dalam pola lama atau berani melangkah menuju perubahan yang lebih berarti. (*)